Prof. Dr. KH. Aboebakar
Atjeh (atau Abubakar Aceh atau Abu Bakar Aceh atau Hadji Aboebakar) adalah
cendekiawan terkenal dari Aceh sekaligus penulis buku-buku keagamaan, filsafat
dan kebudayaan. Lahir dengan nama Aboebakar pada 18 April 1909 di Peureumeu,
Kabupaten Aceh Barat, dari pasangan ulama. Ayahnya adalah Teungku Haji Syekh
Abdurahman, imam Masjid Raya Kutaradja (sekarang lebih sering disebut sebagai
Masjid Raya Baiturrahman). Ibunya bernama Teungku Hajjah Naim. Aboebakar Atjeh
meninggal pada 18 Desember 1979 di Jakarta, dan dimakamkan di TPU Karet Bivak
Jakarta. Tambahan “Atjeh” di belakang namanya merupakan pemberian Presiden
Soekarno yang kagum akan keluasan ilmu putra Aceh ini. “Ensiklopedia Berjalan”
adalah sebutan teman-temannya tentang hakikat ilmu pengetahuannya.
Nama Aboebakar Atjeh masuk
dalam buku Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia yang
ditulis oleh Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza.
Prof. Dr. KH. Aboebakar
Atjeh Seorang ulama Indonesia dan pengarang yang menulis banyak buku tentang
agama Islam, filsafat, *tasawuf, sejarah, dan kebudayaan Aceh. Kata Atjeh
adalah tambahan nama yang diberikan oleh presiden RI pertama, Soekarno yang
mengagumi keluasan ilmunya. Ayahnya, Syekh Abdurrahman, adalah Imam Masjid Raya
Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dan keturunan Kadi Sulatan di Aceh Barat. Ia
belajar mengaji Al-Qur’an pada ayahnya dan mempelajari ajaran Islam dari
beberapa guru agama, teungku di kampung kelahiranya.
Pendidikan formalnya
dimulai dari sekolah dasar Volkssschool di Meulaboh, kemudian dilanjutkan di
Kweekschool Islamiyah (Sekolah Guru Islam) di Sumatra Barat. Setelah itu ia
pindah ke Jakarta dan di sini ia mempelajari beberapa bahasa asing melalui
kursus-kursus. Ia menguasai bahasa Arab, Belanda, Inggris dan memahami bahasa
Jepang, Perancis dan Jerman. Ia juga mengerti beberapa bahasa daerah seperti bahasa
Aceh, Minagkabau, Jawa, Sunda dan Gayo. Pernah menuntut ilmu di Mekah, namun
tidak lama.
Pada masa sebelum
kemerdekaan, zaman pendudukan Jepang, dan zaman setelah proklamasi, ia banyak
melakukan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Kegiatan itu antara lain,
mendirikan Muhammadiyyah di Kutaraja (1924), bekerja sebagai pegawai rendahan,
kemudian menjadi pegawai senior. Pada zaman Belanda sebagai pustakawan dan
editor pada Kantor Urusan Dalam Negeri (1930 – 1941). Di masa pendudukan
Jepang, ia menjadi pemimpin asrama dan pegawai perpustakaan pada Shomubu Nito
Syoki (1944), di samping menjadi guru pada Latihan Kursus Kiai. Setelah
Proklamasi Kemerdekaan ia menjadi pegawai pada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (1945). Kemudian ia menjabat Kepala Perpustakaan Islam Kementerian
Agama di Yogyakarta (1946), anggota pemimpin Partai Masyumi di Yogyakarta
(1946), dan menjadi Pegawai Tinggi pada Departemen (Kementerian) Agama Republik
Indonesia (1947 – 1955). Pada tahun 1950, ia menjadi pimpinan editor majalah
mimbar agama, majalah resmi Departemen Agama. Pada tahun 1948 bersama menteri
agama waktu itu KH *Masjkur, ia memelopori gagasan penulisan Al-Qur’an Pusaka.
Al-Qur’an tersebut berukauran 65 x 120 cm dan kini disimpan di Masjid Baitur
Rahim, Istana Negara, Jakarta.
Abu Bakar Atjeh juga
tercatat sebagai anggota pengurus penulisan sejarah untuk Monumen Nasional;
menjadi salah seorang anggota paniatia pembangunan Masjid *Istiqlal Jakarta;
seorang pencetus berdirinya Masjid Agung al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan; turut mendirikan Perpustakaan Kutub Khannah Iskanar Muda di Banda Aceh
(1949 – 1950); dan mendirikan serta menjadi pengurus Perpustakaan Islam di
Jakarta yang kemudian dipindahkan di Yogyakarta.
Sebagai ulama dan
cendekiawan, ia katif memberikan pengajian agama di masjid-masjid dan menjadi
penceramah agama Islam pada Pusroh (Pusat Rohani) Angkatan Bersenjata RI
Jakarta, dan menjadi dosen pada beberapa perguruan tinggi di Jakarta seperti
IAIN, Universitas Ibnu Khladun, dan Universitas Islam Jakarta. Pada tanggal 30
Januari 1967 ia menerima gelar doktor honoris causa dalam bidang Ilmu Agama
Islam dari Universitas Islam Jakarta.
Sebagai pejabat tinggi
Departeman Agama RI ia berkesempatan mengunjungi beberapa negara, seperti
Filipina, Pakistan, Jepang (dalam rangka urusan mencetak Al-Qur’an), Arab Saudi
(dalam rangka anggota delegasi Indonesia ke konggres Islam), dan Mesir (sebagai
anggota rombongan menteri luar negeri). Pada hari tua sampai wafatnya, ia
menjadi ikhwan Tarekat Kadiriah-Naqsyabandiyah yang berpusat di Suralaya.
Karya-karya tulisnya yang
diterbitkan antara lain:
1.
Sejarah Al-Qur’an, cet II, 1951, dan cet VI, 1989.
2.
Sejarah Ka’bah dan Manasik Haji, cet.III, 1963.
3.
Sejarah Hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar, 1957
4.
Sejarah Masjid dan amal Ibadah di dalamnya, 1955; Mutiara
Akhlaq, 1959
5.
Ahlus Sunnah wal-Jama’ah: Keyakinan dan I’tiqad, 1969
6.
Sejarah Filsafat Islam, cet II, 1982, cet III, V, 1989
7.
Pengantar Ilmu Tarekat, cet. I, 1963 dan cet. V 1988
8.
Perbandingan Mazhab Syi’ah, Rasionlisme dalam Islam, cet. I,
1965, dan cet. II, 1980
9.
Gerakan Salafiyah di Indonesia, 1970
10. Perbandingan Mazhab Salaf,
Islam dalam masa Murni, 1970, cet. II, 1986
11. Wasiat Ibnu Arabi Kupasan
Hakikat dan Ma’rifat dalam Tasawuf Islam, 1976
12. Ilmu Fiqih Islam dalam Lima
Mazhab, 1977
13. Pendidikan Sufi, 1985
14. Potret Dakwah Muhammad SAW
dan para Sahabatnya, 1986
15. Sekitar Masuknya Islam ke
Indonesia, 1982
16. Toleransi Nabi Muhammad dan
para Sahabatnya, cet. II, 1984
17. Lee Sabooh Nang, buku
bacaan anak-anak dalam bahasa Aceh
18. Pengantar Sejarah Sufi dan
Tasawuf.
Source :
https://id.wikipedia.org
http://patahkekeringan.blogspot.co.id/
Source :
https://id.wikipedia.org
http://patahkekeringan.blogspot.co.id/